15 Mei 2009

Mencari Pemimpin yang Islami

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin selain dari orang-orang Mukmin. Apakah kamu ingin memberikan alasan yang jelas bagi Allah (untuk menghukummu)?" (QS: an-Nisa: 144).
Mencari Pemimpin yang Islami
Oleh KH A. Cholil Ridwan
Wakil Ketua Umum Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI)
Pemimpin yang dicari adalah pemimpin dari orang-orang yang beriman, bukan dari kalangan sekedar memeluk agama Islam. Bukan hanya dari kalangan Muslimin, akan tetapi pemimpin Islam itu adalah dari kalangan Mukminin. Kategori Muslim itu memang banyak. Ada Muslim sekadar nama, sementara perilakunya jauh dari Islam dan tidak menjalankan rukun Islam. Ada juga yang dinamakan Muslim KTP, atau Muslim yang hanya KTP-nya beragama Islam, dan Muslim Idul Fitri, yaitu ibadah Islam yang dilakukan terbatas hanya shalat Idul Fitri setiap 1 Syawal sekali setahun.
Dalam surat al-Baqarah ayat 208 Allah memerintahkan orang-orang yang sudah beriman supaya masuk Islam lagi, karena Islamnya belum "kaffah", belum totalitas. Walaupun ibadah seorang Muslim sudah bagus, dia tetap dituntut untuk berperilaku islami dalam semua aspek kehidupannya. Aspek ekonomi, budaya, politik, teknologi dan terutama dalam pemikiran. Seorang Mukmin sejati adalah seorang Muslim yang mengamalkan semua ajaran Islam termasuk urusan ekonomi, politik dan manajemen pemerintahan. Masih menurut ayat di atas, bahwa siapa yang sengaja tidak meng-kaffah-kan dirinya dalam Islam dia akan dianggap menjadi pengikut setan yang telah ditetapkan sebagai musuh yang nyata. Jadi musuh umat Islam termasuk orang Islam yang tidak kaffah keislamannya terutama ketegori pimpinan dan aktivis organisasi Islam yang menolak syariat Islam diberlakukan untuk menata kehidupan, dan organisasinya tidak berasaskan Islam.
Pemimpin Islam yang ada sekarang di Indonesia ini adalah bukan pemimpin umat Islam. Mereka hanyalah pemimpin ormasnya atau pemimpin partainya atau pemimpin jamaahnya. Jadi pemimpin umat Islam Indonesia belum ada. Pemimpin yang benar-benar seorang Mukmin yang shalih dan muttaqin serta menyakini bahwa ajaran Islam merupakan kunci keselamatan dan kebahagiaan umat Islam Indonesia baik di dunia maupun di akhirat.
Sudah saatnya umat Islam bersepakat untuk mencari dan mengumpulkan sekian banyak calon pemimpin yang islami, kemudian memilih satu orang yang terbaik dari mereka untuk diakui, dan disepakati sebagai satu-satunya pemimpin umat Islam Indonesia. Karena pada hakikatnya, tidak boleh ada dua imam dalam shalat jamaah di satu masjid.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Ijtima Ulama fatwa se-Indonesia di Padang Panjang akhir Januarin yang lalu, memfatwakan batasan-batasan kriteria seorang pemimpin yang pada perinsipnya memiliki sifat-sifat utama Rasulullah SAW. Antara lain memiliki sifat shiddiq yaitu 'jujur atau benar'. Selalu membenarkan ajaran Islam dan semua perilakunya dibenarkan oleh Islam secara akidah maupun ibadah dan muamalah.
Sifat berikutnya adalah amanah, 'terpercaya'. Kalau diberi kepercayaan tidak dikhianatinya. sehingga Muhammad yang masih muda yang belum dinobatkan menjadi nabi, mendapat gelar "al-Amin". Maksudnya, pemuda Muhammad adalah orang yang tidak mungkin berbohong dan dia dipercaya sehingga semua orang menitipkan barang-barang berharganya kepada Muhammad al-Amin. Ketika beliau sudah menjadi nabi pun orang musyrik yang mestinya bermusuhan dengan beliau, masih menitipkan harta berharganya kepada Nabi Muhammad al-Amin.
Sifat berikutnya adalah tabligh, artinya 'menyampaikan'. Maksudnya aktif dan kreatif. Dia selalu menyampaikan apa yang harus disampaikan. Ada hadits yang maknanya, "Sampaikan dari aku walaupun satu ayat!" Sebelum dia sampaikan kepada orang lain dia terlebih dahulu mengamalkannya. Sifat yang berikut fathonah, maksudnya 'mempunyai kemampuan dan berkomitmen untuk menegakkan amar makruf dan nahi munkar'.
Walaupun demokrasi bukan berasal dari Islam dan pemilu adalah bagian dari demokrasi dan pilpres adalah bagian dari pemilu, umat Islam tidak boleh kehilangan momentum untuk menampilkan capres dari kalangan sendiri. Capres yang apabila dia terpilih, dia akan memperjuangkan diberlakukannya syariat Islam sebagai konstitusi dan menjadi hukum positif.
Kini kita sudah akrab dengan istilah bank syariah, asuransi syariah bahkan pengadaian syariah dan hotel syariah. Mengapa umat Islam tidak berani menampilkan capres dan cawapres syariah? Kemudian para tokoh di Masyarakat Peduli Syariah (MPS) dan Forum Umat Islam (FUI) segera menziarahi para ketua partai Islam dan partai berbasis umat Islam agar mereka siap berkoalisi dan bersedia mengusung capres-cawapres syariah. Setelah itu, koalisi ini juga menziarahi para pemimpin partai nasional untuk ikut bergabung mengusung capres-cawapres yang sama. Dengan demikian, insya Allah umat Islam yang berada di partai lain tapi setuju dengan syariah, akan mencontereng capres-cawapres syariah.
Ke depan, perjuangan memberlakukan syariat Islam secara konstitusional akan menjadi lebih bebas hambatan. Wallahu a'lam bishshawwab.
Diketik ulang dari Sabili No. 21 TH. XVI 12 Jumadil Awal 1430 halaman 56-57.

Tidak ada komentar: