Setiap tahun diadakan Ujian Nasional (UN) atau Ujian Akhir Semester Berstandar Nasional (UASBN) dalam rangka menilai proses pembelajaran secara nasional di setiap satuan pendidikan (sekolah). Pemerintah melalui Mendiknas tahun ini meningkatkan nilai standar kelulusan setiap mata pelajaran menjadi minimal 5,5 secara nasional.
Hajatan tahunan ini membuat ketar ketirnya kepala sekolah atau guru yang mengajar bahkan kepala dinas disdik kabupaten/kota dikarenakan standar kelulusan yang cukup tinggi sementara standar sekolah yang berbeda (ada sekolah plus, SBI, dll), fasilitas yang dimiliki belum merata, jumlah guru yang terbatas, fasilitas/sarana prasarana pendukung dalam pembelajaran belum memadai dan berbagai masalah lainnya.
Maka timbul suatu pertanyaan: "Apakah bijaksana menyamaratakan standar kelulusan suatu mata pelajaran sedangkan pemenuhan berbagai hal di atas belum seragam/merata?" Jawaban pertanyaan ini tergantung pada bagaimana pemerintah (dalam hal ini Mendiknas) dapat memenuhi hak masyarakat dalam mendapatkan kesempatan pendidikan yang merata dan pemenuhan standar-standar pendidikan yang digariskan.
Kondisi ini membuat pihak sekolah berusaha untuk memenuhi target yang telah digariskan dari mendiknas atau dinas disdik bahkan dari bupati/walikota yang menginginkan kelulusan seratus persen (100%). Hal ini tidaklah mudah untuk dipenuhi karena menyangkut berbagai fakor dan kondisi sekolah yang berbeda-beda.
Belum lagi di masyarakat beredar rumor adanya kebocoran soal atau ada oknum-oknum tertentu yang menyebarkan kunci jawaban soal-soal selama ujian berlangsung. Mudah-mudahan saja rumor atau isu-isu negatif berkaitan ujian nasional yang beredar tidak benar.
Kita mengharapkan generasi penerus yang amanah, jujur, ulet dan cerdas untuk melanjutkan kepemimpinan bangsa di masa depan sehingga negara kita akan menjadi negara yang baldatun thaibatun warabun ghafur. Amin.
01 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar